PENGANTAR HUKUM PIDANA
Berdasarkan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 berlaku ketentuan hukum pidana yang terdapat dalam Wet Boek Van Straffrecht Voor Nederlands Indie (WVSNI ), atau yang masuk dalam istilah Indonesia menjadi Kitab UNdang- Undang Hukum Pidana disingkat KUHP, ini adalah merupakan salinan dari WVS Belanda 1881 yang mulai berlaku di Hindia Belanda tahun 1886 yang kemudian pada 1 Januari 1918 diberlakukan secara unifikasi. Kemudian ada perubahan untuk penyesuaian dengan berdasar pada UU No. 1 Tahun 1946.
KUHP saat ini masih menjadi ketentuan pokok dari sistem hukum pidana Indonesia, sedang diluar KUHP masih banyak ketentuan hukum pidana lainnya, yaitu setiap perundangan yang mempunyai sanksi pidana, seperti Undang- undang Tindak Pidana Korupsi ( Tipikor), Undang- undang Tindak Pidana Subversi, Narkotika dll.
Perlu diketahui bahwa tinda pidana diluar KUHP tunduk pada sistem aturan umum KUHP ( Pasal 103 KUHP ), sepanjang tidak diatur khusus oleh undang- undang lainnya tersebut.
Sedangkan usaha untuk memperbaharui ketentuen pokok mengenai hokum pidana di Indonesia, telah cukup lamadilakukan dan saat ini telah menjadi RUU namun belum disahkan pemberlakuannya.
• Sejarah terbentuknya KUHP
KUHP berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918 melalui S.1915. No. 732, setelah merdeka melalui UU No, 1 tahun 1946 KUHP dinyatakan berlaku secara umum melalui UU No.1 tahun 1958.
PENGERTIAN HUKUM PIDANA
Hukum pidana adalah aturan hokum yang mengikat kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana (Definisi Mezger yang dianut pula oleh Prof. Sudarto ).sedangkan pidana adalah penderitaan yang memenuhi syarat tertentu.
Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran- pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.
Hukum pidana adalah hokum yang mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan yang merugikan kepentingan umum.
TUJUAN HUKUM PIDANA
1) Preventif ( pencegahan )
Untuk menakut- nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan yang todak baik.
2) Represif ( mendidik )
Mendidik orang yang pernah melakukan perbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan bermasyarakat
SUMBER HUKUM PIDANA
1) Undang- undang.
2) Kebiasaan.
3) Traktat.
4) Yurisprudensi.
5) Doktrin.
PEMBAGIAN HUKUM PIDANA
1) Hukum pidana objektif ( Ius Poenale )
Yaitu: pidana materiil dan pidana formil : yaitu garis hokum yng menggariskan tingkah laku manakah yang diancam dengan pidana.
Yaitu semua peraturan tentang perintah dan larangan terhadap pelanggaran yang mana diancam dengan hukuman yang bersifat siksaan ( diancam dengan pidana ).di bagi 2 :
a. Hokum pidana materiil
Hokum yang mengatur tentang apa, siapa dan bagaimana orang dapat dihikum.
b. Hokum pidana formil
Yang mengatur cara- cara menghukum seseorang yang melanggar peraturan pidana.
2) Hukum pidana subjektif ( Ius Puniendi )
Yaitu hak dari Negara/ alat perlengkapan Negara untuk mengenakan/ mengancam pidana terhadap perbuatan tertentu Ius Poenendi pada dasarnya berdasar Ius poenale.
Yaitu hak Negara atau alat- alat untuk menghukum berdasarkan hokum pidana objektif.
3) Hukum pidana umum
Yaitu hukumpidana yang berlaku untuk setiap penduduk kecuali anggota ketentaraan.
ASAS- ASAS HUKUM PIDANA
Perlu diketahui bahwa dalam setiap hokum senantiasa terdapat asas hokum sebagai tiang penopang sistem hokum tersebut, karena pada dasarnya asas merupakan pikiran dasar serta petunjuk bagi hokum yang berlaku, pelanggaran terhadap asas hukum akan mengakibatkan ketidakpastian terhadap keadaan hukum.
Dapat dicontohkan bahwa pada hukum perjanjian berlaku asas Pacta Sunt Servanda yaitu perjanjian mengikat bagi pihak yang membuat, bila tidak ada asas ini maka keadaan hukum perjanjian menjadi tidak pasti, orang akan seenaknya melanggar perjanjian yang telah disepakatinya.
Demikian perlunya asas dalam setiap bidang hukum, sedangkan asas- asas dalam hukum pidana adalah sebagai berikut :
1) Asas Legalitas
Asas ini terdapat dalam pasal 1 ayat 1 KUHP yang bunyinya adalah sebagai berikut “ Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang- undangan yang telah ada terlebih dahulu sebelum perbuatan dilakukan. Asas ini oleh Anselm Von Feubach dirumuskan dalam istilah “ Nullum Delictum Noella Poena Sine Praevia Lege Poenali “.
Tujuan dari asas legalitas adalah :
1. Untuk kepastian hukum.
2. Mencegah kesewenangan dari penguasa.
3. Sebagai kepastian bahwa undang- undang pidana hanya berlaku untuk masa yang akan datang.
4. Sebagai kepastian bahwa sumber hukum pidana tidak lain dari adanya undang- undang.
5. Larangan adanya analogi perundangan.
Asas ini seperti apa yang terdapat pula pada pasal 2 AB ( Algemene Bepalingen Van Wetgeving ) yaitu bahwa undang- undang hanya mengikat untuk masa depan dan tidak berlaku surut.
2) Asas Lex Temporis Delictie
Ketentuan perundangan baik mengenai perbuatan yang dilakukan maupun pidanannya yang dapat dipakai sebagai dasar menuntut dan menjatuhkan pidana kepada seseorang pelaku tindak pidana adalah undang- undang yang ada pada waktu perbuatan tersebut dilakukan.
Asas ini ada perkecualiannya yaitu yang terdapat dalam pasal 1 ayat 2 bunyinya adalah sebagai berikut : “ Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan undang- undang maka dipakai aturan yang paling ringan bagi terdakwa.
3) Asas Geen Straff Zonder Schuld
Artinya adalah tiada pidana tanpa kesalahan. Asas ini seperti yang dikehendaki dari adanya pengertian tindak pidana, dimana untuk pengenaan hukuman adalah harus perbuatannya lebih dahulu dirumuskan dalam undang- undang, orang yang melakukan bersifat melawan hukum.
Dari hal tersebut diatas je;as bahwa untuk menjatuhkan hukuman antara lain harus ada unsure Criminal Act yaitu perbuatannya, serta Criminal Responbility yaitu pertanggung jawaba orang tersebut.
ASAS BERLAKUNYA KUHP
1. Asas Legalitas
Berdasarkan adagium “ Nullum Delictum Noella Poena Sine Praevia Lege Poenali “. Artinya tidak ada perbuatan yang dipidana tanpa ada kesalahan.
2. Asas Teritorialitas
Asas yang memberlakukan KUHP bagi semua orang yang melakukan perbuatan pidana didalam wilayah Indonesia. Asas ini dapat dilihat dari ketentuan pasal 2 dan 3 KUHP. Tetapi KUHP tida berlaku bagi mereka yang memiliki hak kekebalan diplomatic berdasarkan ekterioloritas.
3. Asas Nasional Aktif
Asas yang memberlakukan KUHP terhadap orang- orang Indonesia yang melakukan pidana di wilayah RI. Asas ini bertitik tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Asas ini dinamakan juga juga asas personalitet.( Pasal 5,7 ).
4. Asas Nasional Pasif
Suatu asas yang memberlakukan KUHP terhadap siapapun baik WNI maupun WNA yang melakukan perbuatan pidana diluar wilayah Indonesia.jadi yang diutamakan adalah keselamatan kepentingan suatu Negara. Asas ini dinamakan asas perlindungan. ( Pasal 4, 8 ).
5. Asas universalitas
Memberlakukan KUHP terhadap perbuatan pidana diluar Indonesia yang bertujuan untuk merugikan kepentingan internasional. Peristiwa pida yang telah terjadi dapat berada di daerah yang tidak termasuk kedaulatan Negara manapun. Jadi yang diutamakan dari asas tersebut adalah asas keselamatan internasional. Contoh : pembajakan kapal laut bebas.
SISTEMATIKA KUHP
Buku I : berisi tentang aturan umum.
Buku II : berisi tentang kejahatan.
Buku III : berisi tentang pelanggaran.
Dari hal tersebut diatas tentang aturan umum kiranya telah dapat ditangkap maksudnya yaitu aturan- aturan yang berlaku dalam hukum pidana, sedangkan yang menjadi pertanyaan adalah adanya kejahatan dan pelanggaran yang dibedakan.
Dalam hal ini ada 2 teori pembeda yaitu :
1. Teori perbedaan kualitatif
Menganggap bahwa kejahatan adalah delik hukum ( Recht Delicten ), maksudnya tindakan yang termasuk dalam kategori kejahatan memang sudah dirasa bertentangan dengan hukum
( Onrecht ) walau toh mungkin tanpa lebih dulu hal itu diatur dalam suatu perundangan misalnya, jadi setiap perbuatan yang memeng bertentangan dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana atau tidak, sedangkan “ pelanggaran “ disebut sebagai delik undang- undang ( Wets Delicten ) orang baru melihat itu suatu hal yang dilarang/ jahat karena hal itu telah diatur lebih dulu dalam undang- undang, atau dapat dikatakan perbuatan baru disadari sebagai tindak pidana karena telah diatur dalam undang- undang, jadi perbuatannya oleh hukum baru disadari sebagai delik karena undang- undang telah mengancam dengan oidana. Teori ini banyak dikritik, olej karena ada juga pelanggaran- pelanggaran yang dirasa telah lebih dulu melawan hukum- onrecht, demikian juga ada kejahat yang baru disadari justru setelah tercantum dalam undang- undang.
2. Teori perbedaan kuntitatif
Memandang perbedaan antara kejahatan dan pelanggaran sebenarnya hanyalah perbedaan dari sisi kriminologi, jadi hanya dari sisi berat ringannya kejahatan serta untuk mempengaruhi ancaman hukuman.
SYARAT PERISTIWA DISEBUT PERISTIWA PIDANA
1. Harus ada suatu perbuatan yaitu kegiatan yang dilakukan seseorang/ sekelompok orang.
2. Perbuatan tersebut sesuai yang dirumuskan dalam UU. Pelakunya harus telah melakukan suatu kesalahan dan harus mempertanggungjawabkan kesalahnya.
3. Harus ada kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan dan harus dapat dibuktikan suatu perbuatan yang melanggar hukum.
4. Harus ada ancaman hukumnya. Dengan kata lain ketentuan hukumnya yang dilanggar itu mencantumkan sanksinya.
ALASAN PENGHAPUSAN PIDANA
Alasan Pembenar : yaitu alas an yang menghapus sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga apa yang dilakukan terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar.
Contohnya : Pasal 49 ayat 1 ----- Mengenai pembelaan terpaksa pasal 50 mengenai melaksanakan ketentuan undang- undang, pasal 51 ayat 1 ----- karena melaksanakan perintah atasan/ jabatan.
Alasan Pemaaf : yaitu alasan yang menghapuskan keselamatan terdakwa. Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tetap bersifat melawan hukum. Jadi tetap merupakan perbuatan pidana, tetapi dia tidak dipidana karena tidak ada kesalahan. Contoh pasal 49 ayat 2 -----tentang pembelaan yang melampaui batas, pasal 51 ayat 2 -----perintah dari jabatan yang tidak wenang sedang pelaku tidak mengetahui, pasal 44 mengenai tidak mampu bertanggung jawab ---- sakit jiwa.
Perbuatan pidana dapat dihapus apabila :
1. Pelakunya meninggal
2. Kadaluwarsa.
Contoh : A warga Negara Australia, dia dating ke Indonesia sebagai turis ke Jogja, kemudian dia melakukan penganiayaan terhadap WNI sehingga mengalami luka. Apakah WNA itu dapat dihukum dengan KUHP ?
Jawab :
• Bisa dipakai KUHP yaitu menggunakan asas terittorielitas pasal 2 dan 3.
• Memakai delik formal karena ada akibatnya yaitu korban luka.
TINDAK PIDANA ( Delik )
Lebih dahulu tentang istilah tindak pidana dipakai sebagai pengganti “straftbaarfeit”. Istilah tindak pidana banyak dipergunakan dalam perundang- undangan Indonesia, walau dilain pihak masih ada istilah lain yang dipergunakan seperti :
• Perbuatan pidana.
• Peristiwa pidana.
• Delik.
Jadi istilah tindak pidana : ini suatu pengertian yuridis yang berbeda dengan istilah kejahatan/ perbuatan jahat yang dapat diartikan yuridis dan kriminologis.
Tindak pidana : adalah setiap perbuatan baik yng positif dalam arti aktif melakukan, maupun yang negative dalam arti membiarkan atau tidak melakukan, yang dirumuskan dalam perundang- undangan pidana dan orang yang melakukan diancam pidana.
Dapat disimpulkan pula bahwa tindak pidana adalah :
1. Perbuatan yng telah dirumuskan dalam undang- undang dan diancam dengan pidana dan bersifat melawan hukum.
2. Dilakukan orang dengan kesalahan.
3. Tidak ada alasan menghapuskan/ membebaskan dari penjatuhan pidana.
Tindak pidana ( delik ) adalah perbuatan yang melanggar UU dan oleh karena itu bertentangan dengan UU yang dilakukan dengan sengaja oleh orang yang dapat dipertanggung jawabkan atau perbuatan yang dapat dibebankan oleah hukum pidana.
UNSUR- UNSUR
1. Unsur- unsur tindak pidana ( Delik )
a. Harus ada suatu kelakuan ( degrading ).
b. Harus sesuai dengan uraian UU ( wettelijke omshrijiving ).
c. Kelakuan hukum adalah kelakuan tanpa hak.
d. Kelakuan itu diancam dengan hukuman.
2. Unsure objektif adalah mengenai perbuatan, akibat dan keadaan.
a. Perbuatan :
- Dalam arti positif, perbuatan manusia yang disengaja.
- Dalam arti negative, kelalaian.
b. Akibat : efek yang timbul dari sebuah perbuatan.
c. Keadaan : suatu hal yang mengakibatkan seseorang yang berkaitan dengan waktu.
3. Unsure subjektif adalah mengenai keadaan dapat dipertanggung jawabkan dan schold
( kesalahan ) dalam arti dolus ( sengaja ) dan culpa ( kelalaian ).
MACAM/ JENIS TINDAK PIDANA/ DELIK
1. Kejahatan dan pelanggaran (Rechdelicten dan Wetsdelichten ).
2. a. Delik formil
- Kejahatan itu selesai kalau perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam peraturan pidana itu telah dilakukan.
- Delik yang perumusannya dititik beratkan pada perbuatan yang dilarang.
Delik seperti : penghasutan 160, penyuapan 209/ 210, sumpah palsu 242.
b. Delik materiil
- Yang dilarang oleh UU yaitu akibatnya.
- Delik yang perumusannya dititik beratkan kepada akibat yang tidak dikehendaki
( dilarang ). Delik ini selesai apabila akibat yang tidak dikehendaki itu telah terjadi, apabila belum maka hanya merupakan percobaan.
Seperti : penipuan 378 KUHP, pembakaran 187 KUHP, pembunuhan 388 KUHP.
3. a. Delik commissionis
- Pelanggaran terhadap larangan yang diadakan oleh UU.
- Delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan, ialah berbuat sesuatu yang dilarang. seperti : pencurian, penggelapan, penipuan.
b. Delik ommissionis
- Pelanggaran terhadap keharusan yang diadakan oleh UU.
- Delik pelanggaran terhadap perintah, yaitu tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan/ yang diharuskan. Seperti : tidak menghadap sebagai saksi 552, tidak menolong orang yang memerlukan pertolongan 531.
c. Delik commissionis peromissionem commisa
- Delik yang umumnya berupa pelanggaran terhadap larangan dengan/ dapat dilakukan dengan tidak berbuat.seperti : seorang Ibu yang membunuh anaknya dengan tidak member ASI, penjaga pintu kereta apai tidak menutup pintu K.A.
4. a. Delik berganda
- Delik yang baru merupakan delik apabila dilakukan beberapa kali perbuatan. Pasal 482 ( penadahan sebagai kejahatan ).
b. Delik tunggal
- Delik yang cukup dilakukan 1 kali.
5. a. Delik dolus.
- Delik yang dilakukan dengan sengaja.
- Delik yang memuat unsur kesengajaan, untuk delik ini dalam rumusan pasalnya diperlukan unsur keseengajaan, missal : pasal 338, 187, 354, 310, 263.
b. Delik culpa
- Delik yang dilakukan dengan kelalaian.
- Orang sudah dapat dipidana apabila kesalahannya itu berbentuk kealpaan, missal pasal 359 --- menyebabkan matinya orang lain karena kealpaan, 360, 189, 232, 195, 197, 201, 203, 231 ayat 4.
6. a. Delik aduan ( klachtdelichten )
- delik yang penuntutannya hanya dilakukan apabila ada pengaduan dari pihak yang dirugikan, contoh : penghinaan ( pasal 310 jo. 319 KUHP ), perzinahan ( pasal 284 KUHP ), pencurian dalm keluarga ( pasal 367 ).
b. Bukan delik aduan ( niet klachtdelicten )
- Delik selai hal tersebut diatas.
7. a. Kejahatan yang berdiri sendiri.
b. Kejahatan yang dilakukan terus.
8. a. Kejahatan bersahaja.
b. Kejahatan tersusun.
9. a. Kejahatan yang berjalan habis ( kejahatan selesai pada suatu saat ).
b. Kejahatan yang terus.
10. a. Delik politik
- Kejahatan yang ditujukan kepada keamanan Negara atau kepala Negara langsung atau tidak langsung.
b. Delik umum ( commune delict )
- Kejahatan yang dapat dilakukan oleh setiap orang.
c. Delik khusus
- Kejahatan yang hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu.
Disinilah Kumpulan Artikel- Artikel Inspirator Hukum, Inovatif, Inspiratif dan Imaginatif.
Kamis, 17 Maret 2011
Hukum Pidana
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar