TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG KE BLOG INSPIRASI HUKUM. KRITIK DAN SARAN AKAN SANGAT MEMBANTU. SEMOGA BERMANFAAT

Rabu, 19 September 2012

Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah

Apabila Pemerintah berpendapat bahwa suatu paten di Indonesia sangat penting artinya bagi pertahanan keamanan negara dan kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan masyarakat, Pemerintah dapat melaksanakan sendiri paten yang bersangkutan, Pasal 99 ayat (1) UU No. 14 Tahun 2001.

Keputusan untuk melaksanakan sendiri suatu paten ditetapkan dengan keputusan presiden setelah presiden mendengarkan pertimbangan menteri dan menteri atau pimpinan instansi yangbertanggung jawab di bidang terkait. Pasal 99 ayat (2) UU No. 14 Tahun 2001.

Pasal 99 ayat (1) UU No. 14 Tahun 2001 diatas bermaksud bahwa kewenangan pemerintah dalam hal ini terbatas hanya apabila paten mempunyai arti yang penting bagi penyelenggaraan pertahanan keamanan negara. Dengan sendirinya, paten yang dimaksud adalah paten yang diberikan di Indonesia saja. Karena pertahanan keamanan negara menyangkut kepentingan nasional, maka adalah wajar apabila Pemerintahan diberi kewenangan untuk melaksanakannya. Masalahnya bukan sekedar kelangsungan hidup negara, atau semakin kautnya negara dimana paten yang bersangkutan diberikan an dilindungi, tetapi hal ini juga merupakan salah satu sisi dari fungsi sosial suatu paten di Indonesia. Namun begitu, bilamana suatu paten atau pelaksanaanya sekedar memiliki kaitan dengan kebutuhan penyelenggaraan pertahanan keamanan negara, tetapi tidak mempunyai arti/pengaruh yang penting dan karenanya tidak diperlukan sekali, pemerintah tidak perlu menggunakan kewenangan ini.

Ini juga membawa konsekuensi logis, bahwa pemerintah harus dengan tegas memberikan batasan tentang kata “arti penting bagi penyelenggaraan pertahanan negara” yang dimuat dalam ketentuan tersebut. sebab jika tidak demikian, maka hamper semua temuan berkaitan erat dengan penyelenggaraan pertahanan keamanan negara.

Sementara itu, Pasal 99 ayat (2) UU No. 14 Tahun 2001 mempunyai maksud sekalipn kewenangnan untuk melaksanakan sendiri paten tersebut diberikan, tetapi hal itu tuidak berarti bahwa keputusan untuk itu dapat dilakukan setiap orang dalam pemerintah. Keputusan untuk itu hanya dapat diberikan oleh presiden, setelah mendengar pertimbangan menteri dan menteri yang bertanggung jawab di biang pertahanan keamanan negara. Dengan begitu ketentuan ini merupakan pembatasan pertama terhadap kewenangan tersebut, sehingga tidak digunakan secara merugikan penemu atau yang berhak atas penemuan.

Dalam pasal 101 UU No. 14 Tahun 2001disebutkan :

1. Dalam hal Pemerintah bermaksud melaksanakan suatu Paten yang penting artinya bagi pertahanankeamanan Negara dan bagi kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan masyarakat, Pemerintah memberitahukan secara tertulis hal tersebut kepada Pemegang Paten dengan mencantumkan :
a. Paten yang dimaksudkan disertai nama Pemegang Paten dan nomornya ;
b. Alasan ;
c. Jangka waktu pelaksanaan ;
d. Hal-hal lain yang dipandang penting.

2. Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah dilakukan dengan pemberian imbalan yang wajar kepada Pemegang paten.

Pasal 101 ayat (1) UU No. 14 Tahun 2001 diatas mempunyai maksud bahwa pemberitahuan dilakukan secara tertulis dan disampaikan kepada pemegang paten yang bersangkutan dalam waktu yang secukupnya, setelah mendengar pendapat dan saran pemegang paten yang bersangkutan. Apabila suatu paten di Indonesia dianggap penting artinya oleh pemerintah bagi penyelenggaraaan pertahanan keamanan negara sebagimana dimaksud dalam Pasal 101 paten tersebut dilaksanakan sendiri oleh pemerintah dalam jangka waktu tertentu dengan mempertimbangkan aspek keamanan. Apabila pemerintah tidak lagi bermaksud melaksanakan sendiri paten tersebut, sedangkan jangka waktu paten belum berakhir, maka hak pemegang paten atas patennya menjadi pulih. Dalam hal demikian pemegang paten atas patennya menjadi pulih. Dalam hal demikian pemegang paten yang bersangkutan dapat melaksanakan sendiri atau memberi lisensi kepada pihak lain dan untuk itu harus mendapat persetujuan pemerintah. Imbalan yang diberikan pemerintah kepaqda pemegang paten lebih berarti sebagai kompensasi yang besarnya disamakan dengan pemakaian atas dasar lisensi dalam suatu kegiatan ekonomi pada umumnya.

Dalam ayat (2) Pasal 101 UU No. 14 Tahun 2001 atas, dimaksudkan bahwa imbalan dalam hal ini lebih berarti sebagai kompensasi daripada sebagi royalti, oleh karena itu imbalan yang wajar harus diberikan. Perhitungannya, dilakukan dengan memperhatikan cara lazim digunakan dalam praktek pemberian lisensi, termasuk komponen harga yang biasa digunakan dalam cara perhitungan tersebut yang akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Termasuk dalam pengaturan ini adalah kemungkinan pemberian secara imbalan tambahan dalam bentuk hadiah atau bonus atau apapun yang sejenis bilamana keadaan tertentu dari pelaksanaan paten tersebut ternyata diperoleh manfaat ekonomi yang besarnya melebihi perkiraan awal. Hal ini penting, karena pemikiran yang mendasari pemberian kewenangan seperti ini sama sekali jauh dari perampasan hak atau penyitaan kekayaan seseorang. Oleh sebab itu, cara penyampaiannya perlu pula dilakuakn secara sederhana cepat dan langsung.

Keputusan pemerintah bahwa suatu paten akan dilaksanakan sendiri oleh pemerintah bersifat final (Pasal 102 ayat 1). Ayat ini memberi pengertian bahwa keputusan pemerintah dalam bidang ini adalah benar- benar untuk kepentingan pertahanan keamanan negara. Proses penilaian dan pertimbangan berlangsung secara cermat, berjenjang dan berakhir hingga keluarnya keputusan presiden. Mengingat kepentingan yang diwakili pemerintah bersifat final. Jadi, sekali telah diputuskan, maka tidak dapat ditawar- tawar lagi, tidak dapat diubah dan dipersoalkan sekalipun dengan jalur hukum.

Dalam hal pemegang paten tidak setuju terhadap besarnya imbalan yang ditetapkan oleh pemerintah, ketidaksetujuan tersebut dapat diajukan dalam bentuk gugatan kepada Pengadilan Niaga. (Pasal 102 ayat (2)). Proses pemeriksaan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghentikan pelaksanaan paten oleh pemerintah. Ini juga termasuk dalam pengertian bersifat final, meski ada gugatan atau pelaksanaan atas hak tersebut tetap dijalankan. Begitupun harus diingat juga yang digugat adalah persoalan besarnya imbalan ganti rugi, bukan persoalan boleh tidaknya hak paten itu dilaksanakan sendiri oleh negara. Sebab untuk yang disebut terakhir ini jawabannya sudah jelas bahwa jika kepentingan negara menghendaki hal itu tidak dapat ditunda- tunda lagi.
Selengkapnya...

Ruang Lingkup Perlindungan Paten

Ruang lingkup perlindungan paten di Indonesia sesuai dengan Undang- Undang Nomor 14 tahun 2001 tentang paten , meliputi : penemuan yang dapat diberikan paten, penemuan yang tidak dapat diberikan paten, subjek paten, hak dan kewajiban pemegang paten dan pengecualian terhadap pelaksanaan dan pelanggaran paten.

 Mengenai penemuan yang dapat diberikan paten, Pasal 2 UU No. 14 Tahun 2001 menegaskan :
1. Paten diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industri.
2. Suatu invensi mengandung langkah inventif jika invensi tersebut bagi seseorang yang mempunyai keahlian terten tu di bidang teknik merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya.
3. Penilaian bahwa suatu invensi merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumyha harus dilakukan dengan memperhatikan keahlian yang ada pada saat permohonan diajukan atau yang telah ada pada saat diajukan permohonan pertama dalam hal permohonan itu diajukan denga hak prioritas.

Dari keterangan Pasal 2 di atas dapat disimpulkan bahwa paten diberikan bagi penemuan yang dapat diterapkan dalam bidang industri. Dan untuk dapat diterapka dalam industri, penemuan tersebut harus dapat diproduksi atau dapat digunakan dalam berbagai jenis industri.

Jika diatas telah disebutkan penemuan yang dapat diberikan paten, namun tetaplah ada pengecualiannya, seperti tersebut dalam Pasal 7 UU No. 14 Tahun 2001:

a. Proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum atau kesusialaan;
b. Metode pemeriksaan, perawatan pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan atau hewan;
c. Teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika; atau
d. i. Semua makhluk hidup, kecuali jasad renik;
    ii. Proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis atau proses mikrobiologis. Mengenai butir (a) di atas ada beberapa hal yang perlu mendapat penjelasan lebih lanjut. Batasan tentang, bertentangan dengan peraturan perundang- undangan, agaknya perlu diatur secara tegas. Bagaimana sikap pemerintah sebai pemberi paten, jika hak paten yang diberikan itu sebelumnya tidak bertentangan dengan undang- undang. Baru kenudian lahir undang-undang yang melarang produk tersebut, sementara patennya telah diberikan. Misalnya terhadap produk obat penenang atau produk produk jamu atau minuman keras. Apakah patennya dianggap gugur, atau terus berlaku menunggu pembatalan dari pemerintah? Ini juga harus menjadi perhatian pembuat undang- undang.

Begitu juga mengenai batasan tentang ketertiban umum dan kesusilaan sampai saat ini belum mempunyhai ukuran baku. Boleh jadi suatu temuan saat ini bertentangan dengan ketertiban umum atau kesusilaan tetapi pada masa berikutnya menjadi tidak bertentangan. Perbedaan yang sama juga akan terjadi karena perbedaan adat istiadat.

Hal yang juga harus mendapat perhatian khusus, bagaimana pula terhadap paten warga negara asing, yang dinegaranya temuan itu tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan di negaranya, apakah kita terima pendaftarannya di Indonesia, demikian pula sebaliknya terhadap paten temuan warga negara indonesia yang didaftarkan di luar negeri untuk kasus yang sama. Oleh karena itu, ketentuan Pasal 7 butir (a) ini perlu mendapat rincian yang jelas. Untuk bagian butir (b) tidak dapat diberikan paten terhadap temuan tentang metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan pembedahan yang diterapkan terhaap manusia dan hewan, tetapi tidak menjangkau produk apapun yang digunakan atau berkaitan dengan metode tersebut. tidak dapatnya diberikan paten terhadap hal-hal tersebut karena menyangkut metode, yang didalamnya juga terkait ilmu pengetahuan.
Selengkapnya...

NARAPIDANA

Mengenai Pengertian narapidana terdapat beberapa pendapat dan dijelaskan sebagi berikut :

Narapidana adalah orang tahanan, orang yang ditahan di Lembaga Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan Negara (Simorangkir, 1987:102).
                 Narapidana adalah orang yang merugikan pihak lain yang kurang mempunyai rasa tanggngjawab terhadap Tuhan dan masyarakat serta tidak menghormati hukum (Dirdjosworo, 1992:192).
                 Narapidana adalah manusia biasa seperti manusia lainnya hanya karena melanggar norma hukum yang ada, maka dipisahkan oleh Hakim untuk menjalani hukuman (Dirdjosworo, 1992:192).
                 Narapidana adalah manusia yang karena perbuatannya melanggar norma hukum, maka dijatuhi hukum pidana oleh hakim. (Santoso, 1987:36).
                 Narapidana adalah seorang anggota masyarakat yang dipisahkan dari induknya dan selama masa waktu tertentu itu diproses dalam lingkungan tempat tertentu dengan tujuan, metode dan sistem peamsyarakatan, pada suatu saat narapidana itu kembali menjadi anggota masyarakat yang baik dan taat kepada hukum (Purnomo, 1985:162).
                 Dari beberapa pengertian pidana diatas maka dapat disimpulkan bahwa narapidana adalah seseorang atau manusia yang karena melanggar norma hukum akibat tindakannya didalam masyarakat, maka dijatuhi hukum pidana oleh Pengadilan (hakim).
Selengkapnya...

Kamis, 12 April 2012

SURAT KUASA

 *Contoh Surat Kuasa          

                                                         SURAT KUASA 

Yang bertandatangan di bawah ini : 

Nama : Vivin Ryuk (Nama Lengkap) 
Alamat : Jl. Jalan RT. 03/RW. 07 (Alamat Lengkap ) 

Dalam hal ini memilih domisili hukum di kantor kuasa hukumnya sebagimana tersebut di bawah ini, dan dengan ini memberi kuasa kepada : 

                                                      Vivin Ristawandari, S.H, M.Hum 

Berkantor di Jalan Gerilya No. 012. Telepon : 085xxxxxxxxxx Purwokerto Kabupaten Banyumas Jawa Tengah. 

            ———————————————KHUSUS———————————————

1. Untuk memberi bantuan hukum dalam perkara pidana nomor 0011/Pid. B/2012 di Pengadilan Negeri Purwokerto. Dengan dakwaan telah melanggar ketentuan Pasal 362 KUHP. 

2. Atas nama dan untuk kepentingan pemberi kuasa diberi hak untuk menghadap sidang, kejaksaan, kepolisian, mengajukan segala permohonan yang berhubungan dengan perkara kami, menandatangani surat- surat, mengajukan bukti dan saksi serta mengajukan penundaan penahanan.

3. Kepada penerima kuasa juga diberikan hak untuk mengajukan pra peradilan atas perkara ini di Pengadilan Negeri Purwokerto. 

4. Kepada penerima kuasa diberikan hak substitusi sebagian atau seluruhnya dan diberi hak untuk mencabut substitusinya kembali. 

                                                                                          Purwokerto, 13 April 2012

           Penerima Kuasa                                                            Pemberi Kuasa  


 Vivin Ristawandari, S.H, M.Hum                                                    Vivin Ryuk
Selengkapnya...

Rabu, 28 Maret 2012

DISKUSI PUBLIK “EFEKTIFITAS PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA”



Berbicara korupsi di Indonesia memang tidak ada habis-habisnya, terlebih dengan semakin berkembangnya tindak pidana korupsi di Indonesia. Hal tersebut dapat kita lihat dengan maraknya pemberitaan di media massa yang sudah terlalu sering memberitakan kasus-kasus korupsi. Senada dengan media massa tersebut, Komunitas Ekspresi Mahasiswa Anti Korupsi (EKSPANSI) FH Unsoed pun ambil bagian dalam perbincangan korupsi di Indonesia dengan menggelar Diskusi Publik. Diskusi Publik yang diselenggarakan mengambil tema Efektifitas Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia.

Diskusi Publik ini diselenggarakan hari Jumat tanggal 16 Maret 2012 pukul 14.00 di Aula Yustisia 2 FH Unsoed. Adapun pembicara dalam diskusi ini adalah DR. Noor Aziz Said, SH,MS dan DR. Hibnu Nugroho SH,MH dengan moderator Markham Farid - mahasiswa reguler angkatan 2011. Turut hadir pula dalam diskusi publik ini yakni Drs. Antonius Sidik SH,MS selaku Pembantu Dekan III FH Unsoed yang sekaligus memberikan sambutan dan membuka kegiatan dan Ilham Romadona selaku Ketua BEM FH. Kegitan ini dihadiri oleh kurang lebih 117 mahasiswa dari berbagai macam fakultas di Unsoed.

Menurut Dwiki Oktobrian selaku pendiri EKSPANSI dan penggagas kegiatan Diskusi Publik, Diskusi Publik merupakan media awal dalam bentuk formal untuk memperkenalkan Komunitas EKSPANSI FH Unsoed kepada civitas akademika Unsoed. Dan kedepannya, akan ada kegiatan lain yang bertemakan sama yakni korupsi seperti Workshop, Sosialisasi ke siswa-siswa SMA dan sebagainya. Sebelum kegiatan ini, EKSPANSI baru bisa mengadakan kegiatan dalam bentuk informal seperti diskusi dalam skala kecil. Baru kali ini karena dibantu oleh para mahasiswa angkatan 2011 (yakni Cipto, Ardian, Naufal, Markham, Firra, Erina, Yusuf, Yeni, Bangkit, Alfian, Bhaiq, Amy, dan sebagainya) , EKSPANSI akhirnya berani untuk menyelenggarakan kegiatan berskala cukup besar.

Diskusi Publik ini berlangsung seru, ditambah lagi dengan apresisasi positif dari mahasiswa unsoed yang luar biasa, hingga panitia terpaksa mencari kursi tambahan bagi audience yang hadir.

Kesimpulan yang dapat diambil dalam Diskusi Publik tersebut adalah sebagai berikut: Penegakan Hukum terhadap kasus Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) dipandang dari sudut penyidikan belum terintegrasi. Pasal 284 ayat (2) KUHAP dan UU No. 8 Tahun 1981 Penyidik TIPIKOR diantaranya, Penyidik Kepolisian Pasal 14-16 UU No. 2/2002, Penyidik Kejaksaan Pasal 30 (1) huruf d UU No. 16/ 2004, Penyidik KPK Pasal 6, 11, 12 UU No. 30/ 2002. Adanya tiga lembaga penyidik Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK menyebabkan kecenderungan munculnya multiplikasi yang terjadi antara lembaga penyidik kepolisian, kejaksaan dan KPK. Serta munculnya egoisme sektoral oleh Penuntut Umum pada hasil penyidikan yang dilakukan penyidik Kepolisian. Hasil penyidikan TIPIKOR yang dilakukan oleh Kepolisian tidak sejalan dengan kriteria penuntut umum sehingga bisa berulang kali mengalami bolak-balik pengembalian hasil penyidikan. Selain itu lemahnya pengadilan TIPIKOR di daerah menimbulkan banyaknya putusan bebas. Sehingga dapat ditarik suatu garis bahwa yang harus dibenahi untuk memberantas Koruptor yaitu harus dirubahnya sistem perundang-undangan dalam memberantas Tindak Pidana Korupsi, Perubahan Sistem Pemerintahan, serta Hukuman Mati bagi terpidana kasus Korupsi.

Tentu sebuah kebanggan tersendiri bagi EKSPANSI karena telah menyelenggarakan kegatan ini, kami berharap semoga kegiatan-kegiatan selanjutnya dapat diapresiasi positif pula.kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu mensukseskan kegiatan Diskusi Publik ini. Tidak lupa kami meminta maaf apabila dalam kegiatan Diskusi Publik ini terdapat hal yang kurang berkenan. ~Terus Berantas Korupsi!!!
Selengkapnya...

Sabtu, 24 Maret 2012

SURAT DAKWAAN

Surat Dakwaan adalah sebuah akta yang dibuat oleh penuntut umum yang berisi perumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa berdasarkan kesimpulan dari hasil penyidikan. Surat dakwaan merupakan senjata yang hanya bisa digunakan oleh Jaksa Penuntut Umum berdasarkan atas asas oportunitas yang memberikan hak kepada jaksa penuntut umum sebagai wakil dari negara untuk melakukan penuntutan kepada terdakwa pelaku tindak pidana.

 Dakwaan disusun dengan cara merangkai perpaduan antara fakta-fakta perbuatan tersebut dengan unsur-unsur tindak pidana yang bersangkutan
 Surat dakwaan yang disusun harus memenuhi persyaratan baik formil maupun materiil


Syarat Formil 

Diantara syarat formil yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :
1. Diberi tanggal dan ditanda tangani oleh Penuntut Umum;
2. Berisi identitas terdakwa/para terdakwa meliputi nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa (Pasal 143 ayat 2 huruf a KUHAP).
Identitas tersebut dimaksudkan agar orang yang didakwa dan diperiksa di depan sidang pengadilan adalah benar-benar terdakwa yang sebenarnya dan bukan orang lain. Apabila syarat formil ini tidak seluruhnya dipenuhi dapat dibatalkanoleh hakim (vernietigbaar) dan bukan batal demi hukum karena dinilai tidak jelas terhadap siapa dakwaan tersebut ditujukan.



Syarat Materiil 

Secara materiil surat dakwaan dipandang telah memnuhi syarat apabila surat dakwaan tersebut relah memberi gambaran secara bulat dan utuh tentang:
– Tindak pidana yang dilakukan;
– Siapa yang melakukan tindak pidana;
– Dimana tindak pidana dilakukan;
– Bilamana/kapan tindak pidana dilakukan;
– Bagaimana tindak pidana dilakukan;
– Akibat apa yang ditimbulkan tindak pidana tersebut (delik materiil)
– Apa yang mendorong terdakwa melakukan tindak pidana tersebut (delik-delik tertentu);
– Ketentuan-ketentuan pidana yang diterapkan.


 BENTUK SURAT DAKWAAN 

a. DAKWAAN TUNGGAL
 Dalam surat dakwaan ini hanya satu tindak pidana saja yang didakwakan, tidak terdapat tindak pidana lain baik sebagai alternative maupun sebagai pengganti. Misalnya dalam surat dakwaan hanya didakwakan tindak pidana pencurian (Pasal 362 KUHP).

 b. DAKWAAN ALTERNATIF
Dalam bentuk ini surat dakwaan disusun atas beberapa lapisan yang satu mengecualikan dakwaan pada lapisan yang lain. Dakwaan alternative dipergunakan karena belum didapat kepastian tentang tindak pidana mana yang akan dapat dibuktikan Pembuktian dakwaan tidak perlu dilakukan secara berurut sesuai lapisan dakwaan, tetapi langsung kepada lapisan dakwaan yang dipandang terbukti. Contoh dakwaan yang disusun secara alternative: Pencurian (pasal 362 KUHP) atau Penadahan (pasal 480 KUHP) Pembuktian dakwaan tidak perlu dilakukan secara berurut sesuai lapisan dakwaan, tetapi langsung kepada lapisan dakwaan yang dipandang terbukti

 c. DAKWAAN SUBSIDAIR
Bentuk dakwaan ini dipergunakan apabila satu tindak pidana menyentuh beberapa ketentuan pidana, tetapi belum dapat diyakini kepastian perihal kualifikasi dan ketentuan pidana yang lebih tepat dapat dibuktikan. Lapisan dakwaan disusun secara berurutan dimulai dari tindak pidana yang diancam dengan pidana terberat dalam kelompok jenis tindak pidana yang sama. Lapisan dakwaan disusun secara berurut: 
Primair: Pembunuhan Berencana (pasal 340 KUHP)
Subsidair: Pembunuhan (338 KUHP)
Lebih Subsidair: Penganiayaan berencana yang mengakibatkan matinya orang (pasal 355 ayat 2 KUHP) Lebih Subsidair lagi: Penganiayaan berat yang mengakibatkan matinya orang (pasal 354 ayat 2 KUHP) Lebih-lebih Subsidair lagi: Penganiayaan biasa yang mengakibatkan matinya orang (pasal 351 ayat 3 KUHP)

 d. DAKWAAN KUMULATIF
 Bentuk ini digunakan bila kepada terdakwa didakwakan beberapa tindak pidana sekaligus dan tindak pidana tersebut masing-masing berdiri sendiri. Semua tindak pidana yang didakwakan harus dibuktikan satu demi satu. Persamaannya dengan dakwaan subsidair karena sama-sama terdiri dari beberapa lapisan dakwaan dan pembuktiannya dilakukan secara berurutan Misalnya dakwaan disusun:
Kesatu : Pembunuhan (pasal 338 KUHP)
Kedua : Pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP)
Ketiga : Perkosaan (pasal 285 KUHP)

 e. DAKWAAN KOMBINASI

 Bentuk ini merupakan perkembangan baru dalam praktek sesuai perkembangan di bidang kriminalitas yang semakin variatif baik dalam bentuk/jenisnya dalam modus operandi yang dipergunakan. Kombinasi/gabungan dakwaan tersebut terdiri atas dakwaan kumulatif dan dakwaan subsidair.

Dakwaan Kombinasi atau Gabungan 
Kesatu:
Primer: Pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP)
Subsidair: Pembunuhan biasa (pasal 338 KUHP)
Lebih Subsidair: Penganiayaan berencana yang mengakibatkan matinya orang (pasal 355 ayat 2 KUHP)

Kedua: Perampoka/pencurian dengan kekerasan (pasal 365 ayat 3 dan 4 KUHP)
Ketiga: Perkosaan (pasal 285 KUHP)
Selengkapnya...

Kamis, 19 Januari 2012

KORUPSI

ISTILAH 

Menurut asal kata, korupsi berasal dari perkataan Corruptio yang berarti kerusakan. (corrupt= rusak). Disamping itu korupsi juga digunakan untuk menunjuk keadaan atau perbuatan rusak. Kata ini sendiri mempunyai kata kerja corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Perkataan koripsi semula bersifat umum dan baru menjadi istilah hukumuntuk pertama kali dala Peraturan Penguasa Militer No. PRT/ PM/ 06/ 1957 tentang Pemberantasan korupsi.

Menurut Transparency International, korupsi adalah perilaku pejabat public,mau politikus atau pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengan dirinya, dengan cara menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Menurut hukum di Indonesia, penjelasan mengenai korupsi ada dalam tiga belas pasal UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 21 Tahun 2001. Menurut UU itu, ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak korupsi.

Secara ringkas tindakan- tindakan tersebut bisa dikelompokan menjadi :
1. Kerugian keuangan negara.
2. Suap- menyuap (istilah lain sogokan atau pelicin).
3. Penggelapan dalam jabatan.
4. Pemerasan.
5. Perbuatan curang.
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan.
7. Gratifikasi (istilah lain : pemberian hadiah ).


AKIBAT KORUPSI 

1. Penegakan hukum dan layanan masyarakat jadi amburadul. Lalu lintas bisa menjadi contoh yang tepat. Dari pengurusan SIM sampai sidang kasus tilang, tidak ada yang berjalan sebagaimana semestinya. Ujung- ujungnya, duit dan kekuasaanlah yang bicara. Kalau tidak punya dua makhluk itu, jangan harap bisa dapat layanan masyarakat yang oke atau keadilan di mata hukum.

 2. Pembangunan fisik jadi terbengkalai. Jalan yang rusak dan gedung sekolah yang reot, semua gara- gara korupsi. Muali dari mengorbankan kualitas bahan bangunan supaya duitnya bisa ditilep, sampai membuat proyek yang sebenarnya tidak perlu. Intinya, sedikit sekali pembangunan fisik di negara kita yang dijalankan dengan tujuan menghasilkan sesuatu yang kuat dan berguna untuk masyarakat.

 3. Prestasi jadi tidak bearti. Seharusnya seseorang bisa menduduki jabatan tertentu karena dia memang berprestasi dan kompeten. Tetapi kenyataan berbicara lain : siapa saja bisa menduduki posisi apa saja. Syaratnya tadi yaitu dengan uang atau kekuasaan. Hasilnay banyak sekali posisi penting yang diduduki oleh oreang yang tidak becus. Dan kitalah yang kena getahnya.

 4. Demokrasi tidak berjalan. Pemilihan wakil daerah bisa menjadi contoh yang menarik. Sudah repot- repot dipilih, sebagian tetap saja mengutamakan kepentingan mereka yang punya duit daripada mereka yang memilih. Melihat situasi ini jangan heran kalau rakyat bisa jadi tidak percaya dengan demokrasi.

 5. Ekonomi jadi hancur. Ada dua kata kuncinya : tidak efisien. Mau bikin pabrik, mesti nyogok sana- sini. Mau buka usaha dengan modal kecil, kalah dengan perusahaan bermodal besar yang dekat sama pemegang kekuasaan. Tidak heran orang asing mulai malas investasi di Indonesia. Dan ujunng- ujungnya kitalah yang sengsara.
Selengkapnya...

TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG KE BLOG INSPIRASI HUKUM. SEMOGA BERMANFAAT

Yuk chatting :