TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG KE BLOG INSPIRASI HUKUM. KRITIK DAN SARAN AKAN SANGAT MEMBANTU. SEMOGA BERMANFAAT

Minggu, 20 November 2011

PERAN KORBAN (VIKTIMOLOGI)

Dalam tindak kejahatan, korban dapat berperan dalam terlaksananya kejahatan tersebut. Dalam hal ini berarti ada kesalahan yang terdapat pada korban. Oleh karena itu untuk melihat peran, karateristik pelaku dan korban kejahatan, CARROL mengajukan rumus yang cukup popular dengan pendekatan rasional analitis. Menurutnya kejahatan adalah realisasi keputusan yang diambil dengan turut mempertimbangkan beberapa faktor antara lain:

SU (Subyektife Utility), p(S) (Probability of Success), G (Gain), p(F) (Probability of Fail) dan L (Loss)

Sehingga Carrol Menggambarkan dengan Rumus:

SU= (p(S)xG) – (p(F)xL)


Dari rumus diatas dapat dijelaskan bahwa seseorang yang akan melakukan kejahatan harus mempertimbangkan beberapa hal yang selanjutnya akan menghasilkan keputusan, apakah ia akan melakukan tindak pidana ataukah tidak. Inilah yang dimaksud dengan Subyektive Utility (SU).

Hal-hal yang harus dipertimbangkan adalah:
p(S)/ Probability of Succes = seberapa besar kemungkinan keberhasilan rencana kejahatan.
G (Gain) = seberapa besar keuntungan (materi/kepuasan) yang akan diperoleh.
p(F)/ Probability Of Fail = seberapa besar kemungkinan gagalnya rencana kejahatan.
L (Loss) = seberapa besar kerugian yang akan diderita manakala kejahatan yang dilakukan gagal dan tertangkap.

Jika rumus di atas dianalisis dengan optik korban, akan nampak bahwa faktor p(S)/ Seberapa besar keberhasilan rencana kejahatan, dan p(F) / Seberapa besar kemungkinan rencana kegagalan, sebagian besar terletak pada korban artinya berhasil atau tidaknya rencana kejahatan tergantung pada keadaan diri atau pun tipologi calon korban.

 Dengan meminjam istilah Manheim yang menggambarkan adanya laten Victim (Mereka yang cenderung menjadi korban) dibandingkan orang lain, misalnya wanita, anak-anak dan manula maka pelaku akan merasa optimis akan keberhasilan dari kejahatanya.

Sedangkan factor Gain/seberapa besar keuntungan materi/kepuasan yang diperoleh. Terlihat pada sikap korban yang senang dengan gaya hidup mewah dan pamer materi yang lebih menjurus pada peningkatan daya tarik atau rangsang, sehingga pelaku kejahatan dengan cara dini sudah dapat memperkirakan besarnya keuntungan yang akan diperoleh.
Selengkapnya...

Jumat, 11 November 2011

PERSERIKATAN BANGSA- BANGSA (PBB)

Sejarah Pembentukan PBB

 Setelah LBB berumur 20 tahun sebagai suatu organisasi internasional yang bertujuan untuk mengakhiri perang dan agar masyarakat internasional hidup berdampingan dengan damai, mengalamai kegagalan dengan pecahnya perang dunia II. Liga Bangsa-Bangsa gagal mencegah Perang Dunia II (1939-1945). Karena pengakuan luas bahwa manusia tidak mampu membeli Perang Dunia Ketiga, PBB didirikan untuk menggantikan Liga Bangsa-Bangsa cacat pada tahun 1945 dalam rangka untuk memelihara perdamaian internasional dan meningkatkan kerjasama dalam memecahkan masalah ekonomi, sosial dan kemanusiaan internasional. Rencana awal beton untuk sebuah organisasi dunia baru dimulai di bawah naungan Departemen Luar Negeri AS pada tahun 1939. Franklin D. Roosevelt pertama menciptakan istilah ‘PBB’ sebagai istilah untuk menggambarkan negara-negara Sekutu. Istilah ini pertama kali secara resmi digunakan pada 1 Januari 1942, ketika 26 pemerintah menandatangani Piagam Atlantik, berjanji untuk melanjutkan usaha perang. Pada tanggal 25 April 1945, Konferensi PBB tentang Organisasi Internasional dimulai di San Francisco, dihadiri oleh 50 pemerintah dan sejumlah organisasi non-pemerintah yang terlibat dalam penyusunan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. PBB resmi muncul pada 24 Oktober 1945 atas ratifikasi Piagam oleh lima anggota tetap Dewan Keamanan-Perancis, Republik Cina, Uni Soviet, Inggris dan Amerika Serikat-dan mayoritas lainnya 46 penandatangan. Pertemuan pertama Majelis Umum, dengan 51 negara mewakili, dan Dewan Keamanan, terjadi di Westminster Central Hall di London pada Januari 1946. Organisasi ini berbasis di fasilitas giroskop Sperry Corporation di Lake Success, New York, dari 1946-1952, sebelum pindah ke gedung Markas Besar PBB di Manhattan setelah selesai.

Sejak pendiriannya, ada kontroversi dan kritik dari organisasi PBB. Di Amerika Serikat, lawan awal PBB John Birch Society, yang mulai “mendapatkan US keluar dari PBB” kampanye pada tahun 1959, pengisian bahwa tujuan PBB adalah mendirikan “One World Government.” Setelah Perang Dunia Kedua, Komite Perancis Pembebasan Nasional terlambat harus diakui oleh AS sebagai pemerintah Perancis, dan negara itu awalnya dikeluarkan dari konferensi yang bertujuan menciptakan organisasi baru. Charles de Gaulle mengecam PBB, terkenal menyebutnya le Machin (“yang thingie”), dan tidak yakin bahwa aliansi keamanan global akan membantu menjaga perdamaian dunia, lebih memilih perjanjian pertahanan langsung antara negara.


Isi Mukadimah Piagam PBB

Mukadimah Piagam PBB :
a. Bertekad untuk menyelamatkan generasi yang akan dating dari kesengsaraan yang disebabkan perang. b. Memperteguh kepercayaan pada hak- hak asasi manusia, pada harkat dan derajat manusia, persamaan hak bagi pria mauoun wanita dan bagi segala bangsa besar maupun kecil. c. Menegakan keadaan dimana keadilan dan penghormatan terhadap kewajiban- kewajiban yang timbul dari perjanjian- perjanjian dan lain- lain sumber hukum internasional dapat terpelihara. d. Meningkatkan kemajuan sosial dan memperbaiki tingkat kehidupan dalam alam kebebasan yang lebih luas. Untuk mencapai tekad tersebut maka bangsa- bangsa di dunia akan hidup bersama dengan penuh toleransi dan akan hidup bersama dalam suasana perdamaian seperti halnya dalam bertetangga baik dan mempersatukan kekuatan untuk menegakan perdamaian dan keamanan internasional. Kekutatan senjata tidak akan dipergunakan kecuali untuk kepentingan bersama. Di samping itu, kerjasama internasional diperlukan untuk mencapai kemajuan ekonomi dan sosial semua bangsa. PBB didirikan untuk memperbaiki antar bangsa- bangsa dan memberi hak- hak dan kesempatan yang layak bagi tiap bangsa di dunia untuk maju dan sejahtera dalam suasana kerukunan kerjasama dan perdamaian satu sama lain. Tiap perselisihan bangsa yang dapat mengganggu perdamaian harus di selesaikan secara damai .


Piagam dan Struktur Organisasi PBB

 Setelah Mukadimah Piagam PBB memuat 111 pasal yang merumuskan asas dan tujuan serta cara kerja serta rangka dan susunan tiap- tiap bagian dari organisasi. Pasal 1 Piagam memuat tujuan PBB :
1. Memelihara perdamaian dan keamanan internasional.
2. Mengembangkan hubungan persahabatan antarbangsa berdasarkan prinsip- mprinsip persamaan derajat.
3. Mencapai kerjasama internasional dalam memecahkan persoalan-persoalan internasional di bidang ekonomi, sosial, dan kebudayaan serta masalah kemanusiaan, hak- hak asasi manusia.
4. Menjadi pusat bagi penyelenggaraan segala tindakan- tindakan bangsa-bangsa dalam mencapai tujuan bersama.

Pasal 2 memuat asas- asas PBB yang digunakan sebagai dasar untuk mencapai tujuan tersebut diatas :
1. PBB berdasarkan asas persamaan kedaulatan semua anggotanya.
2. Kewajiban untuk memenuhi kewajiban- kewajiban sesuai dengan apa yang tercantum dalam piagam.
3. Setiap perselisihan harus diselesaikan secara damai agar perdamaian dan keamanan tidak terancam.
4. Mempergunakan kekerasan terhadap integritas wilayah atau kemerdekaan politik suatu negara harus dihindarkan.
5. Kewajiban untuk membantu PBB terhadap tiap kegiatan yang diambil sesuai dengan Piagam dan larangan membantu negara dimaan negara tersebut oleh PBB dikenakan tindakan- tindakan pencegahan dan pemaksaan.
6. Kewajiban bagi negara bukan anggota PBB untuk bertindak sesuai denga piagam apabila dianggap perlu untuk perdamaian dan keamanan internasional.
 7. PBB tidak akan campur tangan dalam masalah persoalan dalam negeri (domestic jurisdiction) dari negara anggotanya.


Oragan/ Alat Perlengkapan Utama PBB

 Untuk mencapai maksud dan tujuan PBB diciptakan alat perlengkapan/ organ utama. Berdasarkan Pasal 7(1) Piagam, maka alat perlengkapan/ organ utama PBB adalah Majelis Umum PBB, Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial, Dewan Perwalian, Mahkamah Internasional dan Sekretariat.

1. Majelis Umum
Majelis Umum (General Assembly) merupakan alat perlengkapan/ organ utama dimana semua negara anggotanya mempunyai wakilnya (Pasal 9(1) Piagam PBB), setiap negara angggota dapat mengirimkan wakilnya di Majelis Umum PBB tidak boleh melebihi lima orang (Pasal 9(2) Piagam PBB).

2. Dewan Keamanan
Majelis Umum memilih anggota tidak tetap Dewan Keamanan dengan suara dua pertiga anggota yang hadir dan memberikan suaranya. Syarat yang harus diperhatikan dalam pemilihan anggota tidak tetap Dewan Keamanan itu: sumbangan negara tersebut terhadap perdamaian dan keamanan internasional; demikian juga sumbangan terhadap tercapainya tujuan organisasi PBB; juga harus memperhatikan perwakilan (Geographical Distribution) (Pasal 23(1) Piagam PBB).

3. Dewan Ekonomi dan Sosial
Majelis Umum memilih anggota Dewan Ekonomi dan Sosial (Pasal 6(1) Piagam PBB).

4. Mahkamah Internasional
Majelis Umum dan Dewan Keamanan memilih anggota Hakim Mahkamah Internasional. Jumlah Hakim Mahkamah Internasional sebanyak lima belas orang (Pasal 4(1) Statuta Mahkamah Internasional).

5. Sekretariat Sekretaris
 Jenderal PBB ditunjuk oleh Majelis Umum atas rekomendasi Dewan Keamanan (Pasal 97 Piagam PBB).

6. Dewan Perwalian
Dewan Perwalian akan melaporkan pelaksanaan fungsinya pada Majelis Umum PBB (Pasal 88 Piagam PBB). Dewan Perwalian adalah organ/ alat PBB yang bertanggung jawab atas sistem Perwalian yang ditetapkan dalam Bab 12 dan 13, termasuk persetujuan mengenai perjanjian- perjanjian perwalian bagi daerah yang tidak termasuk daerah strategis.


 Badan- Badan Pembantu Majelis Umum

 Dalam menjalankan tugasnya, Majelis Umum dibantu oleh badan- badan pembantu tujuh Komite utama. Komite tersebut adalah:

1. Komite pelucutan senjata dan masalah keamanan nasional.
2. Komite politik khusus.
3. Komite masalah sosial, kemanusiaan dan kebudayaan.
4. Komite masalah dekolonisasi.
5. Komite masalah- masalah administrasi dan anggaran.
6. Komite masalah hukum.


Badan Tambahan (subsidiary Organs)

Berdasarkan Pasal 22 Piagam PBB Majelis Umum dapat mendirikan organ- organ subsidier yang dianggap perlu untuk membantu Majelis Umum dalam menjalankan fungsinya. Sebagai contoh : UNCTAD (United Conference on Trade and Development), UNEP (United Nations Eenvironmental Programme), UNCITRAL (United Nations Commission on International Trade Law), UNDP (United Nations Development Prodremme), UNITAR (United Nations Institute for Training and Research).

 Dewan Keamanan
 Dewan keamanan anggotanya terdiri lima belas anggota. Dari lima belas tersebut terdiri dari lima anggota tetap tersebut mempunyai hak veto di Dewan Keamanan, kelima negara tersebut adalah Amerika Serikat, Inggris, Uni Soviet, Prancis, Cina (Pasal 23(1) Piagam PBB) . Dalam melaksanakan tugasnya Dewan Keamanan dapat bertindak :
1. Atas inisiatif sendiri (Pasal 34 Piagam).
2. Atas permintaan negara anggota (Pasal 35(1) Piagam).
3. Atas permintaan bukan negara anggota (Pasal 35(2) Piagam).
4. Atas permintaan Majelis Umum (Pasal 11 Piagam).
5. Atas permintaan Sekretaris Jenderal (Pasal 99 Piagam).


 Masalah Hak Veto

 Hak veto yang akan dipunyai oleh negara- negara besar dibicarakan secara teratur pada waktu merumuskan Piagam PBB baik di Dumbarton Oaks mauoun di Yalta, dan di San Fransisco. Bahwasanya kepada lima negara yang dianggap sangat bertanggung jawab pada penyelesaian Perang Dunia II akan merupakan negara anggota tetap Dewan Keamanan dan kepada mereka diberikan hak veto, hal ini adalah merupakan imbalan dari tanggungjawab mereka terhadap perdamaian dan keamanan internasional (Primary Responsibilities). Secara hukum kekuasaan yang dipunyai oleh anggota tetap Dewan Keamanan merupakan privileges yang diberikan pada mereka, namun secara hukum mereka tidak mempunyai kewajiban atas tanggung jawab yang berbeda dengan negara anggota PBB lainnya. Piagam hanya menentukan bahwa tanggung jawab utama (primary responsibilities) untuk perdamaian dan keamanan internasional ada pada pihak Dewan Keamanan (Pasal 24(1) Piagam PBB) dan bukan pada anggota tetap Dewan Keamanan .

Sekretariat PBB

 Sekretariat merupakan alat perlengkapan/ organ utama PBB, dikepalai oleh seorang Sekretaris Jenderal. Sekretaris Jenderal PBB bukan hanya sebagai pegawai pelaksana, tetapi mempunyai tanggung jawab atas perdamaian dan keamanan internasional. Menurut Pasal 97, Sekjen PBB diangkat oleh Majelis Umum atas anjuran Dewan Keamanan. Kemudian untuk wewenang dari Sej=kjen PBB tercantum dalam Pasal 97, 98, 100 dan 101 Piagam. Dari ketentuan- ketentuan tersebut jelas bahwa kewenangan sekjen PBB tidak hanya dibidang administrative tetapi juga dalam bidang politik. Peran Sekjen PBB dalam bidang politik termasuk dalam “goog offices” dalam penyelesaian sengketa. Bagaimanapun pengaruh Sekjen PBB dibidang politik internasional tergantung pada orang yang menjabat sekjen.

Dewan Ekonomi Sosial

 Dewan Ekonomi dan Sosial dibentuk karena para pendiri PBB merasa perlu adanya suatu organ /alat perlengkapan utama yang bertanggungjawab pada masalah ekonomi dan sosial. Dewan ini disingkat dengan Dewan ECOSOC. Dengan bertambahnya keanggotaan Dewan ECOSOC, maka pemilihan tiap tahun anggota. Dalam pemungutan suara Pasal 67 Piagam PBB menentukan bahwa setiap anggota mempunyai satu suara terbanyak dari anggota yang hadir dan memberikan suara. Setiap anggota PBB diberi kesempatan untuk menghadiri perundingan yang membicarakan persoalan yang berhubungan dengan masalah negara anggota yang sedang dibicarakan di Dewan ECOSOC tanpa hak suara (Pasal 69 Piagam). Keputusan Dewan diambil dengan suara terbanyakMengenai tugas dewan ini ditentukan dalam pasal 62- 66 Piagam PBB.

 Dewan Perwalian (Trusteeship Council)

 Bahwa sitem perwalian pada sejarah dulu, sistem perwalian itu merupakan kelanjutan dari sistem mandate dibawah LBB. Dewan Perwalian PBB (bahasa Inggris: United Nations Trusteeship Council) adalah suatu sistem perwalian internasional lebih jauh telah didirikan oleh anggota PBB untuk mengatur pemerintah daerah-daerah yang ditempatkan di bawah pengawasan PBB melalui persetujuan-persetujuan perwalian individual. (daerah-daerah yang demikian oleh karena itu disebut “daerah perwalian”). Dewan Perwalian PBB mengatur agar daerah-daerah tanpa pemerintahan sendiri dikelola dengan perhatian kepada penduduk setempat dan keamanan dan perdamaian internasional. Daerah perwalian kebanyakan berasal dari mandat Liga Bangsa-Bangsa atau daerah yang diambil dari negara-negara yang kalah dalam Perang Dunia II, dan semuanya sekarang sudah merdeka atau bergabung dengan negara tetangga. Yang terakhir adalah Palau, yang menjadi bagian dari AS pada Desember 1994. Mengenai susuna Dewan Perwalian ditentukan dalam Pasal 86 Piagam PBB.

 Mahkamah Internasional (International Court of Justice )

 Mahkamah Internasional dalam rangka PBB disebut Mahkamah Internasional (International Court of Justice- ICJ). Menurut Pasal 92 Piagam PBB statuta ICJ didasarkan pada Statuta PCIJ dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Piagam PBB. Hakim Mahkamah Internasional terdiri dari lima belas hakim yang dipilih oleh Majelis Umum dan Dewan Keamanan dan nama- nama mereka diambil dari daftar yang ada pada Mahkamah Tetap Arbitrasi (Permanent Court of Arbitration- PCA) (Pasal 4 Statuta IPJ). Yang memilih hakim ICJ adalah Majelis Umum dan Dewan Keamanan. Kemudian untuk Badan Panitera, Panitera Mahkamah Agung terdiri dari Kepala Panitera, Wakil Panitera dan pejabat lain bila diperlukan (Pasal 21(2) Statuta Mahkamah Internasional).

 Yurisdiksi ICJ

 1. Memberikan keputusan untuk perkara para pihak yang diajukan ke ICJ (Pasal 36(1) Statuta ICJ).
2. Memberikan nasihat hukum (advisory opinion) untuk persoalan hukum atas permintaan badan- badan sesuai dengan pasal 96 Piagam PBB dan Pasal 65 Statuta ICJ.

ICJ tidak mempunyai yurisdiksi untuk mengadili perkara, kecuali para pihak yang bersengketa menyerahkan perkaranya ke ICJ. Dengan perkataan lain bahwa ICJ tidak mempuyai yurisdiksi memaksa (compulsory yurisdiction) atas sengketa yang timbul antarnegara. Di dalam dua hal ICJ mempunyai yurisdiksi memaksa atas sengketa hukum yang timbul antar negara, yaitu: jika para pihak yang bersangkutan terikat dalam suatua perjanjian yang mengatakan bahwa mereka menyetujui bahwa ICJ akan mempunyai yurisdiksi terhadap mereka mengenai berbagai sengketa tertentu (special). Dan jika para pihak terikat pernnyataan sesuai dengan Pasal 36 (2) Statuta ICJ.
Selengkapnya...

PERBEDAAN ANTARA LEMBAGA PRAPERADILAN DAN LEMBAGA KOMISARIS

KONSEP DASAR

 Lembaga Praperadilan

 Lembaga Praperadilan merupakan lembaga yang lahir bersamaan dengan lahirnya KUHAP, dimana lembaga tersebut bukanlah lembaga yang mandiri/berdiri sendiri (terlepas dari Pengadilan Negeri), melainkan merupakan lembaga yang menempel pada Pengadilan Negeri, yang secara kasus demi kasus Ketua Pengadilan Negeri menunjuk seorang hakim Pengadilan Negeri untuk memutus suatu perkara yang diajukan. Jadi, tidak ada sidang Praperadilan tanpa adanya tuntutan dari pihak-pihak yang berhak memohon pemeriksaan Praperadilan.


 Lembaga Hakim Komisaris

 Lembaga Hakim Komisaris merupakan lembaga yang diciptakan bersamaan dengan adanya RUU KUHAP, dimana lembaga tersebut dilepaskan dari Pengadilan Negeri dan bersifat permanen (berdasarkan pasal 211 RUU KUHAP, hakim komisaris berkantor di atau dekat Rumah Tahanan Negara). Hakim Komisaris tersebut dilakukan dengan permohonan atau tanpa permohonan oleh tersangka atau terdakwa, keluarga, atau kuasanya kepada Hakim Komisaris. Dengan demikian, tindakan Hakim Komisaris pada tahap pemeriksaan pendahuluan bersifat aktif.


KEWENANGAN

Wewenang Lembaga Hakim Komisaris yang tercantum dalam pasal 111 ayat (1) RUU KUHAP lebih luas daripada wewenang Lembaga Praperadilan sebagaimana tercantum dalam pasal 77 KUHAP. Wewenang Lembaga Hakim Komisaris lebih lengkap terhadap tindakan-tindakan penegak hukum, tidak hanya terbatas tentang sah tidaknya penangkapan dan penahanan ataupun penghentian penyidikan dan penuntutan, melainkan juga mengenai sah tidaknya penggeledahan, penyitaan atau penyadapan; pembatalan atau penangguhan penahanan; layak tidaknya suatu perkara untuk dilakukan penuntutan ke pengadilan; pelanggaran terhadap hak tersangka apapun yang lain yang terjadi selama tahap penyidikan. Sedangkan dalam praperadilan, tidak semua upaya paksa dapat diajukan, hanya sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, sedangkan mengenai penggeledahan dan penyitaan tidak dapat diajukan ke praperadilan.

 •  Menurut Pasal 111 RUU KUHAP, Hakim Komisaris memiliki wewenang untuk memutuskan: (a) sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan atau penyadapan; (b) pembatalan atau penangguhan penahanan; (c) bahwa keterangan yang dibuat oleh tersangka atau terdakwa dengan melanggar hak untuk tidak memberatkan diri sendiri; (d) alat bukti atau pernyataan yang diperoleh secara tidak sah tidak dapat dijadikan alat bukti; (e) ganti kerugian dan/atau rehabilitasi untuk seseorang yang ditangkap atau ditahan secara tidak sah atau ganti kerugian untuk setiap hak milik yang disita secara tidak sah; (f) tersangka atau terdakwa berhak untuk atau diharuskan untuk didampingi oleh pengacara; (g) bahwa penyidikan atau penuntutan telah dilakukan untuk tujuan yang tidak sah; (h) penghentian penyidikan atau penghentian penyidikan yang tidak berdasarkan asas oportunitas; (i) layak atau tidaknya suatu perkara untuk dilakukan penuntutan ke pengadilan; dan (j) pelanggaran terhadap hak tersangka apapun yang lain yang terjadi selama tahap penyidikan.

•  Sedangkan pasal 77 KUHAP, Lembaga Praperadilan memiliki wewenang praperadilan yaitu untuk memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; juga ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.


 PENGAJUAN PERMOHONAN PEMERIKSAAN

 Lembaga Praperadilan

 Hakim praperadilan bersifat menunggu adanya permohonan dari pemohon yang merasa bahwa haknya telah dilanggar dalam hal pengujian upaya paksa maupun permohonan ganti kerugian dan atau rehabilitasi. Jadi tidak dapat melakukan persidangan tanpa adanya suatu permohonan. Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan praperadilan terkait sah tidaknya suatu penangkapan atau penahanan adalah tersangka, keluarga atau kuasanya (pasal 79 KUHAP) Sedangkan terkait sah tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan,pihak yang berhak mengajukan praperadilan adalah penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan (pasal 80 KUHAP).


 Lembaga Hakim Komisaris

 Hakim komisaris mempunyai tambahan kewenangan inisiatif dimana tanpa perlu adanya permohonan. Pemeriksaan dalam Lembaga Hakim Komisaris dilakukan dengan permohonan atau tanpa permohonan oleh tersangka atau terdakwa, keluarga, atau kuasanya kepada Hakim Komisaris.Permohonan diajukan oleh tersangka atau penasihat hukumnya atau oleh penuntut umum (pengecualiannya: dalam hal layak atau tidaknya suatu perkara untuk dilakukan penuntutan ke pengadilan, yang dapat mengajukan permohonan hanyalah penuntut umum), diatur dalam pasal 111 ayat (2) RUU KUHAP. Selain itu, hakim komisaris dapat memutuskan hal-hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal 111 RUU KUHAP atas inisiatifnya sendiri, kecuali ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i pasal 111 RUU KUHAP, yaitu dalam hal layak atau tidaknya suatu perkara untuk dilakukan penuntutan ke pengadilan.


 MACAM- MACAM ISI PUTUSAN

 Lembaga Hakim Komisaris ( pasal 113 RUU KUHAP) :
 1.) Dalam hal hakim komisaris menetapkan atau memutuskan penahanan tidak sah, penyidik atau penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus mengeluarkan tersangka dari tahanan.
2.) Dalam hal hakim komisaris menetapkan atau memutuskan penyitaan tidak sah, dalam waktu paling lambat 1 (satu) hari setelah ditetapkan atau diputuskan, benda yang disita harus dikembalikan kepada yang paling berhak kecuali terhadap benda yang terlarang.
3.) Dalam hal hakim komisaris menetapkan atau memutuskan bahwa penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan tidak sah, penyidik atau penuntut umum harus segera melanjutkan penyidikan atau penuntutan.
4.) Dalam hal hakim komisaris menetapkan atau memutuskan bahwa penahanan tidak sah, hakim komisaris menetapkan jumlah pemberian ganti kerugian dan/atau rehabilitasi.

 Lembaga Praperadilan (pasal 82 ayat (3) KUHAP):
 1.) Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan tersangka 2.) Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau pentuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan
3.) Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah dan tersangkanya tidak ditahan, maka dalam putusan dican tumkan rehabilitasinya.
4.) Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita.


 UPAYA HUKUM

 Lembaga Praperadilan
 Dalam lembaga praperadilan, pada dasarnya terhadap putusan praperadilan dalam hal tidak sahnya penangkapan atau penahanan; tidak sahnya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; juga mengenai permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi, tidak dapat dimintakan banding. Hal ini didasarkan pada pasal 83 ayat (1) KUHAP. Namun, hal ini dikecualikan oleh ayat (2) pasal 83 KUHAP, dimana putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan dapat dimintakan banding ke Pengadilan Tinggi. Untuk putusan praperadilan tidak dapat dimintakan kasasi, dengan alasan bahwa ada keharusan penyelesaian secara cepat dari perkara-perkara praperadilan, sehingga jika masih dimungkinkan kasasi, maka hal tersebut tidak akan dapat dipenuhi. 

Lembaga Hakim Komisaris
 Sedangkan dalam Lembaga Hakim Komisaris, penetapan atau putusan hakim komisaris tidak dapat diajukan upaya hukum banding atau kasasi. Hal ini didasarakan pada ketentuan pasal 122 RUU KUHAP.


 TATA CARA PEMERIKSAAN

 Lembaga Praperadilan
 - Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dibantu oleh seorang Panitera (pasal 78 ayat (2) KUHAP).
- Dalam waktu 3 (tiga) hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang (pasal 82 ayat (1) huruf a KUHAP)
- Dalam pemeriksaannya, hakim mendengar keterangan, baik dari tersangka atau pemohon maupun dari pejabat yang berwenang (pasal 82 ayat (1) huruf b KUHAP).
- Praperadilan dilakukan dengan proses pemeriksaan cepat dan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya (pasal 82 ayat (1) huruf c KUHAP ).
 - Jika suatu (pokok) perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan permintaan pemeriksaan praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur (pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP). Atau dengan kata lain apabila pemeriksaan telah melampaui waktu 7 (tujuh) hari, maka pemeriksaan praperadilan tersebut gugur.
- Permintaan praperadilan bisa diajukan lagi terhadap upaya paksa yang lain di tingkat penyidikan maupun di tingkat penuntutan. Atau dengan kata lain, tidak menutup kemungkinan permintaan praperadilan diajukan lagi, lebih dari sekali. Hal ini didasarkan pada pasal 82 ayat (1) huruf e KUHAP.

 Lembaga Hakim Komisaris
 - Hakim komisaris diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul ketua Pengadilan Tinggi yang daerah hukumnya meliputi pengadilan negeri setempat (pasal116 ayat (1) RUU KUHAP) dan hakim komisaris diangkat untuk masa jabatan selama 2 (dua) tahun dan dapat diangkat kembali hanya untuk satu kali masa jabatan (pasal 116 ayat (2) RUU KUHAP).
 - Hakim komisaris memberikan keputusan dalam waktu paling lambat 2 (dua) hari terhitung sejak menerima permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2).
 - Hakim komisaris memberikan keputusan atas permohonan berdasarkan hasil penelitian salinan dari surat perintah penangkapan, penahanan, penyitaan, atau catatan lainnya yang relevan.
- Hakim komisaris dapat mendengar keterangan dari tersangka atau penasihat hukumnya, penyidik, atau penuntut umum. - Apabila diperlukan, hakim komisaris dapat meminta keterangan dibawah sumpah dari saksi yang relevan dan alat bukti surat yang relevan.
 - Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2) tidak menunda proses penyidikan. 


TUJUAN/ FUNGSI

 Pada dasarnya Lembaga Praperadilan dan Lembaga Hakim Komisaris mempunyai tujuan yang sama yaitu sama-sama melindungi hak asasi manusia terhadap tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik dan penuntut umum. Lembaga Praperadilan Bahwa keberadaan Lembaga Praperadilan berkaitan langsung dengan perlindungan terhadap hak- hak asasi manusia yang sekaligus berfungsi sebagai sarana pengawasan secara horizontal. Dengan tujuan memberikan perlindungan terhadap hak- hak asasi manusia terutama hak tersangka dan terdakwa. Lembaga Hakim Komisaris Latar belakang Tujuan dan fungsi diintrodusirnya Hakim Komisaris adalah untuk lebih melindungi jaminan hak asasi manusia dalam proses pidanan dan menghindari terjadinya kemacetan oleh timbulnya selisih antara petugas penyidik dari instansi yang berbeda. Penangkapan dan penahanan yang tidak sah merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi kemerdekaan dan kebebasan orang. Penyitaan yang tidak sah merupakan pelanggaran serius terhadap hak milik orang, dan penggeledahan yang tidak sah merupakan pelanggaran terhadap ketentraman rumah tempat kediaman orang.
Selengkapnya...

TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG KE BLOG INSPIRASI HUKUM. SEMOGA BERMANFAAT

Yuk chatting :